Karakter cimex dan koruptor, sama-sama penghisap darah. Satunya penghisap darah hangat, satunya penghisap darah rakyat
Oleh: Yusmin Alim*
NAMA latinnya adalah Cimex Lectularius, parasit penghisap darah yang mengganggu kehidupan manusia. Ahli biologi atau lebih spesifik lagi ahli entomologi-lah yang mengenal karakteristik mahluk bernama Cimex Lectularius.
Bentuk dari parasit ini sangat kecil, tidak bersayap, dan memiliki bau yang sangat tajam. Lebih hebat lagi serangga ini hanya menghisap darah hangat dan manusialah yang selalu menjadi korban.
Cimex Lectularius sangat sulit dideteksi karena gerakannya sangat cepat dan ukurannya sangat kecil yaitu setengah sentimeter. Hal yang lebih menyulitkan lagi bahwa parasit ada dan tumbuh di tempat yang lingkungannya sangat kotor. Kasur dan sprey kotor adalah tempat bertumbuhnya parasit jahat tersebut. Sprey yang berlipat-lipat dan tidak pernah diganti adalah tempat tinggal yang nyaman dan aman untuk mereka karena hampir tak kasat mata manusia.Kemampuan parasit untuk berpindah-pindah juga sangat mengagumkan, cukup bergantung di baju manusia yang sedang berjalan atau menempel di tas, sudah merupakan alat tranportasi ampuh untuk berpindah. Begitu tiba di tempat baru, parasit akan menyebar menjadi wabah dan dalam hitungan detik lokasi baru tersebut akan tercemar oleh parasit.
Konon kabarnya bila dapat dikenali karakteristik parasit, termasuk struktur DNA-nya maka dapat diciptakan suatu semprotan anti serangga yang sangat spesifik membunuh sasarannya. Tiap zat yang disemprotkan akan merusak kromosom sehingga semprotan itu selain mematikan juga dijamin menghilangkan peluang parasit untuk ber-anak pinak atau mencemari lingkungan tempat tinggal.
Sekedar catatan, kutu busuk ini, pernah merepotkan Australia dan telah membuat rugi sektor pariwisata negeri Kanguru sebesar 100 juta dolar Australia (sekitar Rp 703 miliar) per tahun.
Data ini dikeluarkan Institut Patologi Klinis dan Riset Medis di Rumah Sakit Westmead, Sydney, Australia, setelah kutu busuk itu menyerang Negeri itu selama tahun 2004 lalu. Serangan kutu busuk itu telah menyebabkan sejumlah hotel dituntut oleh tamu-tamu mereka yang digigit binatang menjijikkan itu. Belum lagi kerugian akibat ditutupnya kamar hotel yang mengalami serangan kutu busuk.
Antara Parasit dan Koruptor
Mencermati perilaku parasit itu penting dan perlu sehingga dapat diketahui cara memusnahkannya. Demikian pula parasit dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagaimana gejala korupsi yang selalu tumbuh di tempat yang kotor dan tidak transparan.
Perhatikan karakter keduanya. Antara Cimex dan koruptor, sama-sama penghisap darah. Satunya penghisap darah hangat, satunya penghisap darah rakyat. Cimex punya selera tinggi, dibandingkan keadaannya yang kecil. Sama dengan koruptor, yang memiliki selera tinggi berkonsumsi jauh di atas kemampuannya berproduksi.
Sama dengan Cimex yang berbentuk kecil tetapi mampu bergerak cepat. Di dunia nyata, para koruptor, memiliki kesempatan korupsi biasanya “the second man in the office”. Cukup satu orang –yang kelihatan tidak berdaya—namun mampu merusak seluruh instansi bahkan seluruh negara.
Frank T Rhodes, bekas rektor Cornell University, dalam bukunya yang berjudul “The Creation of the Future: The Role of American University”, memuji-muji Edward O Wilson professor biologi di Harvard yang memenangkan dua Pulitzer. Wilson sangat sederhana, cuma mengamati perilaku hidup semut dan sampai pada kesimpulan bahwa semut yang kecil ini ternyata mempunyai peran besar dalam melestarikan bumi.
Wilson menciptakan cabang ilmu baru yaitu sociobiology yang menerapkan perilaku alam (binatang, tumbuhan, dan lingkungan) untuk memahami perilaku manusia. “Altruism and aggression still guide human behavior today.”
Kembali kepada Cimex Lectularius, kutu ini mempunyai mobilitas yang mengagumkan, cukup bergantung di baju manusia yang sedang berjalan atau menempel di tas, mampu menjadikan alat tranportasi ampuh berpindah. Begitu tiba di tempat baru, parasit akan menyebar menjadi wabah dan dalam hitungan detik lokasi baru tersebut akan tercemar oleh parasit.
Disinilah sama bahayanya antara kasus Cimex dan kasus korupsi. Jika didiamkan begitu saja, akan menyebar seperti percikan api di atas rumput kering, membakar dengan cepat ke mana-mana.
Kemampuan mobilitas kutu ini dengan menempel pada baju atau tas adalah kemampuan free-ridership (udah numpang, lalu bisa beken lagi). Ini adalah karakter standar Cimex Lectularius yang sangat khas. Ia duduk-duduk tanpa usaha, tetapi ingin namanya dicantumkan dimana-mana.
Selain upaya pemusnahan, parasit-parasit penghisap darah seperti ini harus dicegah. Secara teoritis hal ini sangat mudah dilacak. Cimex Lectularius tidak bisa jauh dari darah manusia. Sebab, itulah tujuan hidupnya. Begitu juga koruptor, tujuan hidupnya adalah meraup kekayaan tak terhingga.
Perbaikan sistem kompensasi di tempat kerja adalah kunci utama. Termasuk konsep hubungan kerja masih merujuk pada atasan-bawahan. Di mana atasan adalah individu yang memperoleh segalanya dan selalu di posisi atas baik dalam tingkat kekayaan, kedudukan sosial, dan lainnya. Semuanya diperoleh dengan melimpah ruah. Sementara bawahan selalu dalam posisi bawah, posisi kekurangan bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja sudah sangat sulit. Bawahan bisa hidup layak hanya karena kemurahan sang atasan saja. Inilah terminologi tempat kerja, yang sesungguhnya mencerminkan praktek perbudakan terselubung dan harus dihapuskan.
Banga Indonesia, kini, menghadapi kenyataan pahit. Hakim dan jaksa –benteng terakhir penegakan keadilan– telah runtuh reputasinya, mengikuti kehancuran citra polisi yang telah terjadi bahkan sejak terciptanya negara dengan nama Republik Indonesia. Jika terus demikian yang terjadi, pupuslah harapan rakyat kecil Indonesia.
Mudah-mudahan Indonesia akan bersih dari Cimex Lectularius dan koruptor, dua kutu busuk yang sama-sama penghisap darah. Penulis untuk berangan-angan, suatu hari, sebuah Negara bernama Indonesia yang besar, menciptakan masyarakat yang jauh dari perbuatan batil dan munkar, dan menjadi contoh masyarakat dunia.
Hanya saja itu tak akan terjadi dengan kondisi hancurnya citra jajaran penegak hukum, sekelompok orang mengerti agama namun mencuri uang rakyat. Harapan itu juga tak terjadi manakala seluruh pegawai negeri Republik Indonesia pekerjaanya berfoya-foya tak habis-habisnya, atau pekerjaan utama Polisi hanya “mengompas” rakyat, juga apabila hakim serta jaksa telah terbiasa memperjual-belikan keadilan. Wallahu a’lam bisyawab.
Penulis adalah lulus dari, Cornell University, Amerika Serikat bidang Regional Science. Kini tinggal di Ithaca, New York
Tidak ada komentar:
Posting Komentar