Belakangan ini, kaum Muslimin, khususnya di Indonesia dan negeri jiran, Malaysia, mulai menyadari kembali bahwa khasanah pengobatan Islami merupakan metode pengobatan yang mujarab dan relatif tanpa efek samping. Bila diaplikasikan dengan baik dan benar, niscaya menjadi solusi yang ampuh terhadap masalah penyakit yang kini cenderung semakin rumit dan kompleks, disamping juga memerlukan biaya yang sangat tinggi.
Demikian dikemukakan Faishal Ishaq dalam acara “Pelatihan Pengobatan Islami” yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta,Sabtu (8/3), dengan tema “Belajar dari Cara Nabi Menjaga Kesehatan Diri dan Keluarga”. Perintis sekaligus pimpinan Naturaid Center ini menjelaskan, pengobatan Islami itu berakar dari Sunnah Nabi Muhammad saw, sehingga dapat pula disebut sebagai metode “Thibbun Nabawi”.Dengan demikian, mengaplikasikan metoda pengobatan Islami itu juga berarti berupaya memahami serta mengamalkan Sunnah Nabi.
Disamping itu ada beberapa aspek penting yang harus dipahami dan disadari dengan sebaik-baiknya,bahwa kesembuhan itu hanya milik Allah dan berasal dari Allah,karena pada hakikatnya penyakit dan obat itu juga berasal dari Allah. Sedangkan pasien dan tabib hanya berikhtiar sebagai upaya mengikuti Sunnatullah dan Sunnah Nabi, yakni bahwa kalau sakit, tentu harus berobat. Hal ini dijelaskan dengan gamblang oleh dr.H. Muhammad Mulya Tarmidzi dalam presentasinya dengan topic “Al-Quran sebagai Resep Pengobatan”.
Berobat Harus dengan Cara yang Halal
“Pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan herbal dan obat-obatan tradisional sebagai bentuk aplikatif dari Thibbun Nabawy, dapat menjadi altenatif yang menjanjikan ditengah-tengah kesulitan masyarakat,” ujar Dr. Ir. H. Nadratuzzaman Hosen, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI). Walaupun kondisi yang sangat mendesak karena sakit, namun dalam upaya mengobati penyakit, tentu kita harus tetap menjaga konsumsi obat yang halal, tidak boleh berobat dengan cara yang haram. Bahkan dalam riwayat dijelaskan bahwa Allah menurunkan suatu penyakit pasti disertai dengan obatnya. Dan kita sebagai orang yang beriman, dilarang berobat dengan cara yang haram.
Karena pengobatan dengan metode Thibbun Nabawy hanya menggunakan bahan-bahan herbal dan obat-obatan tradisional, maka cara ini tentu lebih terjamin dari sisi kehalalannya,Tambah Nadratuzzaman yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)/Kantor Berita Ekonomi Syariah. Namun, untuk memastikan bahwa semua bahan yang digunakan itu memang benar-benar halal, tentu harus diperiksa secara seksama terlebih dahulu,untuk memastikan tidak tercampur dengan bahan- bahan yang tidak jelas kehalalannya. Kemudian baru bisa dilakukan proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang.Di Indonesia lembaga yang telah diakui dan memiliki otoritas itu adalah LP.POM-MUI. Sedangkan fatwanya oleh Komisi Fatwa MUI.
Dengan demikian jelaslah bahwa sertifikasi halal itu merupakan langkah yang perlu dan harus dilakukan oleh pihak produsen guna menjamin kehalalan produk yang dihasilkan. (Usman Effendi. AS)
Disamping itu ada beberapa aspek penting yang harus dipahami dan disadari dengan sebaik-baiknya,bahwa kesembuhan itu hanya milik Allah dan berasal dari Allah,karena pada hakikatnya penyakit dan obat itu juga berasal dari Allah. Sedangkan pasien dan tabib hanya berikhtiar sebagai upaya mengikuti Sunnatullah dan Sunnah Nabi, yakni bahwa kalau sakit, tentu harus berobat. Hal ini dijelaskan dengan gamblang oleh dr.H. Muhammad Mulya Tarmidzi dalam presentasinya dengan topic “Al-Quran sebagai Resep Pengobatan”.
Berobat Harus dengan Cara yang Halal
“Pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan herbal dan obat-obatan tradisional sebagai bentuk aplikatif dari Thibbun Nabawy, dapat menjadi altenatif yang menjanjikan ditengah-tengah kesulitan masyarakat,” ujar Dr. Ir. H. Nadratuzzaman Hosen, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI). Walaupun kondisi yang sangat mendesak karena sakit, namun dalam upaya mengobati penyakit, tentu kita harus tetap menjaga konsumsi obat yang halal, tidak boleh berobat dengan cara yang haram. Bahkan dalam riwayat dijelaskan bahwa Allah menurunkan suatu penyakit pasti disertai dengan obatnya. Dan kita sebagai orang yang beriman, dilarang berobat dengan cara yang haram.
Karena pengobatan dengan metode Thibbun Nabawy hanya menggunakan bahan-bahan herbal dan obat-obatan tradisional, maka cara ini tentu lebih terjamin dari sisi kehalalannya,Tambah Nadratuzzaman yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)/Kantor Berita Ekonomi Syariah. Namun, untuk memastikan bahwa semua bahan yang digunakan itu memang benar-benar halal, tentu harus diperiksa secara seksama terlebih dahulu,untuk memastikan tidak tercampur dengan bahan- bahan yang tidak jelas kehalalannya. Kemudian baru bisa dilakukan proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang.Di Indonesia lembaga yang telah diakui dan memiliki otoritas itu adalah LP.POM-MUI. Sedangkan fatwanya oleh Komisi Fatwa MUI.
Dengan demikian jelaslah bahwa sertifikasi halal itu merupakan langkah yang perlu dan harus dilakukan oleh pihak produsen guna menjamin kehalalan produk yang dihasilkan. (Usman Effendi. AS)
Artikel terkait: Klik disini